MAUMERE-LENTERAPOS.ID, DesaKojadoi berada di Kecamatan Alok Timur, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Desa ini merupakan sebuah desa yang berada di kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Teluk Maumere. Desa Kojadoi ini pun dihuni penduduk mayoritas muslim dengan aktivitas pekerjaan warganya sehari-harinya sebagai nelayan.
Desa Kojadoi ini dijuluki sebagai desa destinasi wisata. Hal ini dikarenakan ada sebuah keunikan wisata yang ada di desa tersebut seperti jembatan batunya sepanjang 680 meter yang berada ditengah laut yang menghubungkan Pulau Kojadoi dan Pulau Besar yang bisa dilintasi dengan berjalan kaki.
Selain itu, Desa Kojadoi merupakan salah satu desa di Kabupaten Sikka tanpa ada kendaraan baik roda dua dan roda empat sehingga aktivitas transportasi andalan warga setempat adalah perahu motor.
Selanjutnya, Desa Kojadoi ini terkenal dengan bukit batu purba berwarna hitam setinggi 30 meter yang tersusun rapi hingga membentuk bukit batu. Bukit batu ini memiliki lebar mencapai 100 meter persegi sehingga membentuk menyerupai bulat telur.
Selain itu, para wisatawan yang datang kesana pasti disuguhkan keindahan alam bawah lautnya, sunrise dan sunset dari berbagai lokasi.
Dari keunikan dan keindahan yang dimiliki oleh Desa Kojadoi, maka beberapa anugerah pun disematkan baginya seperti masuk kategori Indonesia Sustainable Tourism Award (ISTA) 2019 dari Kementerian Pariwisata.
Kemudian Desa Kojadoi ini kembali meraih penghargaan dari Asosiasi Desa Wisata Indonesia (Asidewi) sebagai Desa wisata pantai terbaik tahun 2020.
Namun dari berbagai berbagai anugerahnya yang disematkan tersebut, wisatawan yang datang pun di objek wisata tersebut masih gratis. Hal ini dikarenakan pihak dari desa belum menarik retribusi sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD) Desa.
Kepala Desa Kojadoi Hanawi membenarkan bahwa selama ini wisatawan yang datang berkunjung ke desanya untuk menikmati keindahan alam pihaknya belum bisa tarik retribusi. Hal ini dikarenakan selama ini kita masih melakukan promosi.
Selain itu, pihaknya juga harus membenahi sejumlah fasilitas pendukung karena mau dibilang fasilitas yang ada di desa ini bisa dikatakan belum layak. Ditambah lagi kata dia, sampai saat ini belum ada peraturan desa terkait retribusi
“Wisatawan yang berkunjung ke desa ini kita belum bisa tarik retribusi berupa karcis. Jadi mereka yang datang kesini masih gratis.,” ujar dia, Senin 21 Maret 2022.
Menurut dia, penarikan retribusi di obyek wisata perlu ada dasar hukumnya seperti Perdes. “Karena penarikan retribusi perlu ada payung hukumnya seperti peraturan desa. Jadi selama ini warga yang datang ini semua gratis. Kita belum bisa pungut,” ujar Hanawi ini.
Meski begitu, kata dia, pihaknya saat ini sudah menyusun peraturan desa yang berkaitan dengan retribusi objek wisata yang ada di desanya.
“Perdesnya sudah ada berkaitan dengan retribusi. Kita masih tunggu asistensi di bagian hukum. Jadi kita harapkan tahun ini sudah bisa di asistensi” ujar dia.
Ia mengaku kalau soal kontribusi untuk desa ini selama ini meski yang diberikan oleh wisatawan dalam bentuk sumbangan sukarela.
“Kita tidak bisa pungut. Tetapi kita taruh kota amal di lokasi wisata. Jadi wisatawan yang mau sumbangan sukarela silahkan saja. Tahun kemarin itu kita dapat sumbangan sukarela sekitar Rp 15 juta. Uang itu kita jadikan PAD desa” pungkas Hanawi ini. (AL).