MAUMERE-LENTERAPOS, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Maumere telah menjatuhkan tuntutan 9 tahun penjara kepada terdakwa Yustinus Solo alias Joker dalam kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Setidaknya ada 13 poin tuntutan yang dibacakan JPU dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Maumere, 14 November 2024 antara lain;
1, Agar Majelis Hakim yang memeriksa perkara tersebut agar memutus bahwa terdakwa Joker terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 21 Tahun 2007 Tentang TPPO Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1.
2.Agar Majelis Hakim menjatuhkan pidana penjara selama 9 tahun dengan perintah agar terdakwa Joker tetap ditahan.
3.Agar Majelis Hakim menjatuhkan pidana denda sebesar Rp. 200 juta, dan bila tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan.
4.Membebankan kepada Joker untuk membayar restitusi untuk saksi Hendrikus Hendra sebesar Rp. 7.546.000 berdasarkan sidang putusan Mahkama LPSK.
5.Membebankan kepada Joker untuk membayar restitusi kepada saksi Petrus Arifin sebesar Rp. 7.714.000 berdasarkan sidang putusan Mahkama LPSK.
6.Membebankan kepada Joker untuk membayar restitusi kepada saksi Laurensius Raga Nong Ovi sebesar Rp. 7.549.000 berdasarkan sidang putusan Mahkama LPSK.
7.Membebankan kepada Joker untuk membayar restitusi kepada anak saksi Yohanes Ranolius Dulo sebesar Rp. 7.264.000 berdasarkan sidang putusan Mahkama LPSK.
8.Membebankan kepada Joker untuk membayar restitusi kepada saksi Hironimus Yan Yoli sebesar Rp. 7.299. 000 berdasarkan sidang putusan Mahkama LPSK.
9.Membebankan kepada Joker untuk membayar restitusi kepada saksi Heribertus Kos Gaubinto sebesar Rp. 7.299.000 berdasarkan sidang putusan Mahkama LPSK.
10.Membebankan kepada Joker untuk membayar restitusi kepada saksi Fransiskus Minggu Kurniawan sebesar Rp. 7.714. 000 berdasarkan sidang putusan Mahkama LPSK.
11.Membebankan kepada Joker untuk membayar restitusi kepada saksi Maria Herlina Mbadhi sebesar Rp. 103.010.000 berdasarkan sidang putusan Mahkama LPSK. Dan 12, Membebankan kepada terdaka Joker untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000
Tidak Obyektif
Terhadap tuntutan tersebut, Yohanes Domi Tukan, SH., menilai bahwa tuntutan JPU tersebut tidak obyektif lantaran terkesan mengabaikan sejumlah fakta dalam persidangan.
“Mestinya JPU juga memaparkan secara obyektif fakta fakta yang muncul dalam persidangan, bukan menuntut dengan mengabaikan fakta fakta yang terjadi dalam persidangan,” tegas Domi Tukan, Selasa, 19/11/2024.
Ia menguraikan, bila merujuk pada dakwaan JPU sama sekali tidak pernah menguraikan bahwa Joker adalah orang yang menawarkan atau merekrut para pekerja asal Kabupaten Sikka untuk dipekerjakan di perkebunan sawit milik PT. Borneo Citra Persada Abadi (BCPA) di Kalimantan.
Demikian juga dengan keterangan saksi yang dihadirkan JPU dalam persidangan menyatakan sama sekali tidak mengenal Joker dan tidak pernah bertemu dengan Joker. Para saksi JPU mengaku mengetahui nama Joker dari orang yang bernama Senut dan Vilius yang sampai saat ini masih buron dan masuk DPO.
Masih kata Domi Tukan, saksi JPU dalam persidangan juga secara jelas menerangkan bahwa yang menawarkan pekerjaan dan informasi soal gaji di PT. BCPA tersebut mereka ketahui dari orang yang bernama Senut dan Vilius yang masih DPO.
Para saksi JPU dalam keterangan di persidangan juga menyatakan bahwa yang berhubungan dengan Vilius dan Senut adalah Yodimus Moan Kaka (almarhum, red) yang adalah suami dari saksi Maria Herlina Mbadhi.
“Oleh karena itu kami menilai tuntutan JPU ini tanpa dasar. Sebab, di dalam dakwaan menyebut orang lain (Senut dan Vilius) yang merekrut, tetapi menuntut klein kami yang melakukan tindak pidana,” imbuhnya.
Ambigu Penerapan Pasal Turut Serta
Domi Tukan menilai bahwa penerapan pasal Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 21 Tahun 2007 Tentang TPPO Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 terhadap Joker terkesan terlalu dipaksakan bila disandingkan dengan dakwaan JPU.
Dimana JPU dalam dakwaan menyatakan bahwa terdakwa Joker, baik secara bersama sama dan bersekutu maupun bertindak secara sendiri sendiri bersama saudara Senut dan Vilius yang masih DPO.
Ia juga menilai, penerapan pasal turut serta Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana hanyalah siasat untuk melengkapi pasal TPPO, sebab salah satu syarat TPPO adalah terpenuhinya pasal penyertaan atau pelakunya bukan tunggal.
“Bagaimana caranya mengklasifikasi peran Joker sebagai orang yang pada satu masa waktu yang sama bisa bertindak sendiri sendiri, secara bersama sama dan bersekutu melanggar Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 21 Tahun 2007 Tentang TPPO Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 tanpa mendengar keterangan dari Senut dan Vilius yang sampai sekarang masih DPO? Apakah klien kami adalah orang yang melakukan atau orang yang menyuruh melakukan itu juga tidak jelas,” ujarnya.
Menurut Domi Tukan, kehadiran Senut dan Vilius dalam perkara ini sangat penting untuk bisa membuat perkara menjadi terang. Sebab untuk menentukan siapa pelakunya, minimal Senut dan Vilius pernah memberikan keterangan pada tahap penyidikan. (VT)