MAUMERE-LENTERAPOS, Kepala Suku Soge Natar Mage, Ignasius Nasi menegaskan bahwa tanah ulayat Suku Soge Natarmage di lokasi HGU Nangahale, di Desa Nangahale, Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka adalah warisan leluhur Suku Soge Natarmage bernama Sugi Sao yang berasal dari Siam Sina-Malaka.
Dalam penjelasannya kepada media, Kamis, 30/01/2025 di Pendopo Pusat Penelitian Candraditya SVD Ende di Maumere, Ignasius menuturkan, bahwa dulu leluhur mereka, Sugi Sao berlayar dan tiba di Teluk Pedan. Sugi Sao lalu menancapkan pedangnya di bibir pantai Teluk Pedan dan menamai tempat tersebut dengan nama Pedan yang dikenal sampai hari ini.
Dalam ungkapan adat (Kleteng Latar) masyarakat Suku Soge Natarmage disebut ”Soge Pedan Tana Gere, Neng Putik Napang Gahar, Watu Lebeng Koli Buluk” dengan batas ulayat sebelah Timur di Waikolong-Talibura dan sebelah Barat di Mage Lajar-Likong Gete.
Hanya saja Kata Ignasius, tanah ulayat Suku Soge Natarmage itu tak memiliki bukti tertulis. Meski demikian, Ignasius mengatakan ada 4 Nuba yang adalah penunjuk batas ulayat tanah ulayat Suku Soge Natarmage yakni; Nuba Pedan, Nuba Nangahale, Nuba Nipa dan Kojalaki.
Meski ia adalah kepala suku, namun kata Ignasius, kewenangan untuk mengatur tentang tanah ulayat Suku Soge Natarmage ada pada penguasa tanah (Tana Pu’an) bernama Geron Sareng yang adalah penerima mandat dari Tana Pu’an Suku Soge Natarmage bernama Gabriel Manek.
Ignasius menuturkan bahwa perjuangannya terhadap tanah ulayat Suku Soge Natar Mage bermula pada tahun 1996 ketika ia didatangi oleh 3 warga dari Utanwair yakni Yusuf Lewor Goban, Geron, Mitan dan Lewor yang menyampaikan bahwa warga di wilayah Kampung Utanwair terkena banjir sehingga mesti berpindah lokasi ke bawah di lokasi HGU Nangahale yang kala itu masih dikelola oleh PT DIAG, Keuskupan Agung Ende sebagai pemegang HGU.
“Mereka datang bawa ayam jantan, beras merah, moke 1 botol. Mereka mau mencari data sejarah tanah Suku Soge,” jelasnya.
Selanjutnya pada tanggal 9 Agustus 2014 sekitar pukul 23.00 Wita, Ignasius bersama 70-an Kepala Keluarga Suku Soge Natarmage kemudian menduduki wilayah Pedan-Nangahale yang oleh mereka diklaim sebagai tanah warisan leluhur mereka.
Ignasius mengatakan, selain menempati wilayah Pedan, mereka juga membuat peta atas tanah ulayat Suku Soge Natarmage, dimana peta tersebut juga memuat alokasi peruntukan tanah ulayat Suku Soge Natarmage.
Kecewa Kepada PT Krisrama
Ignasius sendiri adalah warga yang termasuk rumahnya digusur saat pembersihan lahan HGU oleh PT. Krisrama. Ia kecewa bukan karena rumahnya digusur, melainkan tata cara PT. Krisrama yang tidak memberitahukan terlebih dahulu kepada warga perihal aktivitas tersebut.
Apalagi kata Ignasius, saat rumahnya digusur, isterinya sedang sakit. Meski telah berdialog dengan RD. Yan Faroka-Kuasa Pelaksana Lapangan PT. Krisrama dan meminta ditunda, namun rumahnya tetap digusur juga.
Ignasius mengaku sempat ditawarkan oleh RD. Yan Faroka agar isterinya yang sedang sakit dijemput oleh ambulance untuk dirawat oleh petugas medis puskesmas setempat, namun ia menolaknya dan memilih menyuruh anak anaknya membawa istrinya menggunakan sepeda motor ke puskesmas.
Ditanya sebelumnya apakah ia mendengar pengumuman yang disampaikan oleh pemerintah atau PT. Krisrama, termasuk melalui Gereja Santa Theresia Stasi Nangahale, Ignasius mengaku ia tidak pernah mendengar pengumuman apapun.
Tetap Bertahan
Meski rumahnya digusur, Ignasius menegaskan akan tetap bertahan di tanah tersebut. “Saya atas nama Suku Soge satu jengkalpun saya tidak akan geser dari tempat itu. Apapun tantangan Biar kami mati di tempat itu,” tegasnya.
Selanjutnya kata Ignasius, ia dan warga lainnya masih bertahan di bawah terpal sembari mulai mendirikan kembali bangunan di lokasi yang digusur.
Ditanya apakah akan menempuh langkah hukum terhadap status ulayat, Ignasius mengatakan bahwa sampai sekarang mereka belum berunding dengan masyarakat dan kuasa hukum terkait hal itu. (VT)