MAUMERE-LENTERAPOS, Sejak tahun 2014, Kabupaten Sikka sudah punya Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang persoalan rabies yakni; Perda Kabupaten Sikka Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penanggulangan Rabies. Sayangnya, masih lemah di tingkat penegakan sanksi bagi pelanggar.
Padahal, salah satu fungsi peraturan daerah adalah sebagai instrumen kebijakan otonomi daerah dan sebagai alat pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan daerah. Salah satu aspek dalam pembentukan perda adalah pengawasan. Pengawasan yang dimaksud berupa pengawasan preventif terhadap Raperda maupun represif terhadap Perda.
Di Dalam Perda Kabupaten Sikka Nomor 4 Tahun 2014 pada pasal 4, ruang lingkup perda ini juga mencakup larangan, pembinaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi.
Pada Pasal 9 Perda Kabupaten Sikka Nomor 4 Tahun 2014 ayat 1 menyebut; Setiap orang dapat memiliki atau memelihara Hewan Pembawa Rabies (HPR), wajib: a). melaporkan HPR yang dimilikinya ke Desa atau Kelurahan setempat; b). memiliki Kartu Registrasi HPR dan kartu vaksinasi HPR; dan c). melaporkan ke Pemerintah Desa atau Pemerintah kelurahan setempat apabila HPR yang dimilikinya mati atau hilang.
Pada ayat 2 menyebut; Setiap orang wajib melaporkan HPR yang memperlihatkan gejala klinis rabies kepada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan. .
Dalam Pasal 17 Perda Kabupaten Sikka Nomor 4 Tahun 2014 huruf a., menyebut Setiap orang dilarang mempersulit atau menghalangi petugas yang hendak melakukan vaksinasi dan mengenakan penning dan eliminasi pada HPR;
Masih pada pasal 17 Pada huruf b., setiap orang dilarang mempersulit atau menghalangi petugas yang hendak mengambil specimen HPR yang telah dieliminasi dan huruf d.,. Setiap orang dilarang secara sengaja menghilangkan nyawa dan/atau mengalihkan kepemilikan HPR selama masa observasi.
Dalam Perda Kabupaten Sikka Nomor 4 Tahun 2014 Pasal 21 ayat 1, Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan Pasal 7, Pasal 9 ayat 2 dan Pasal 17 Peraturan Daerah ini dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Sayangnya, sejak perda ini diberlakukan, belum pernah ada sanksi yang diberikan kepada pelanggar. Jangankan sanksi, mengidentifikasi perbuatan pemilik HPR sebagai suatu tindakan pelanggaran atau tidak mungkin saja belum pernah dilakukan. Padahal, penegakan perda penting dilakukan untuk membangkitkan kesadaran etis seluruh masyarakat Kabupaten Sikka.
Teringat ungkapan Mantan Gubernur Bali, Komjen Pol. Purn. Made Mangku Pastika pada suatu kesempatan ketika gencar gencarnya menghadapi rabies yang melanda Bali beberapa waktu silam. Begini katanya, “Hal hal baik itu perlu dipaksakan agar menjadi kebiasaan. Bila sudah menjadi kebiasaan, maka akan menjadi budaya”. (Redaksi)