MAUMERE-LENTERAPOS, Kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) proyek peningkatan jaringan air bersih IKK Nelle pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Sikka naik ke tahap II.
Itu ditandai dengan penyerahan barang bukti dan 3 tersangka; NBD selaku PPK, serta YM dan IJVPA selaku pelaksana lapangan dari Jaksa Penyidik kepada Jaksa Penuntut Umum di Kantor Kejaksaan Negeri Sikka, Kamis, 07/03/2025.
Kasi Intel Kejaksaan Negeri Sikka, Okky Prastyo Ajie, S.H., M.H., menjelaskan, selanjutnya para tersangka ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Kelas IIB Maumere masing-masing berdasarkan Surat Perintah Penahanan sebagai berikut:
Tersangka NBD dengan Nomor: PRINT-253/N.3.15/Ft.1/03/2025, YM dengan Nomor: PRINT-254/N.3.15/Ft.1/03/2025 serta IJVPA dengan Nomor: PRINT-258/N.3.15/Ft.1/03/2025.
Dikatakan, berdasarkan hasil perhitungan ahli dari Akuntan Publik Profesional pada Politeknik Negeri Kupang terdapat kerugian keuangan negara dalam sebesar Rp. 2.014.263.553,00 dalam kasus tersebut dengan rincian: Uang Muka sebesar Rp. 266.993.100, Termin I sebesar Rp. 572.201.813, Termin II Rp. 348.586.190 dan Denda Keterlambatan Rp. 961.175.160.
Okky menguraikan, PPK diduga tidak melaksanakan tupoksinya sebagaimana ditentukan dalam Perpres 16 tahun 2018 Jo Perpres 12 tahun 2021 untuk mengendalikan kontrak dan menilai kinerja penyedia sehingga walaupun progres pekerjaan di lapangan stagnan PPK tetap melakukan pencairan termin l dan termin II.
Bahwa Kontraktor tidak melaksanakan pekerjaan sebagaimana yang ditentukan dalam kontrak sehingga pekerjaan tersebut gagal yakni bahwa sumur eksplorasi tidak terdapat air tanah dalam/mengeluarkan air, bak reservoir 1 dan 2 belum selesai dikerjakan, instalasi jaringan perpipaan sama sekali belum dikerjakan.
Selain itu, Konsultan Pengawas juga diduga tidak melaksanakan pekerjaan pengawasan sebagaimana yang ditentukan dalam kontrak pengawasan.
Okky menambahkan para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP; serta Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp.50 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Ada Pihak yang Menuntun?
Sementara itu, Viktor Nekur, SH., selaku kuasa hukum para tersangka, dikonfirmasi usai mendampingi para pertasangka di Tahap II menjelaskan, pihaknya akan melakukan upaya maksimal untuk memperjuangkan hak hukum para tersangka
Menurutnya, para tersangka masuk ke dalam proyek tersebut di tengah jalan saat posisi proyek sedang tidak berjalan alias macet.
“Para tersangka masuk saat proyek macet karena sumur yang dibor (sumur eksplorasi) untuk sumber mata air ternyata tidak ada airnya. Artinya sebelum itu ada pihak lain yang menangani pekerjaan tersebut. Nah, kalau airnya tidak ada, semestinya proyek tersebut harus dibatalkan oleh pihak sebelum mereka. Kenapa harus lanjut?” ujarnya.
Ia menduga ada kepentingan dan arahan pihak lain yang menuntun para tersangka. “Kalau tidak ada air, maka pertanyaannya bagaimana dengan perencanaan proyek tersebut. Kalau perencanaan gagal, maka sebenarnya ini proyek uji coba dan sangat tergesa gesa dan dipaksakan untuk dikerjakan,” ujarnya. (VT)