MAUMERE-LENTERAPOS.ID, Perwakilan massa dari elemen Perempuan Tim Relawan Untuk Kemanusiaan (TRUK), Komisi Justice Peace And Integrity Of Creation (JPIC) Ledalero, Pusat Penelitian (Puslit) Candraditya Maumere, dan Forum Komunikasi Alumni (Forkoma) PMKRI Maumere yang bergabung dalam komunitas Pegiat HAM Sikka kembali menggelar aksi damai dengan mendatangi Kantor Pengadilan Negeri (PN) Maumere dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Sikka, Jumat (9/11/2022).
Mereka mempertanyakan kejelasan terhadap tiga kasus tindak pidana yang masih bergulir yakni; Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) terhadap 17 anak di bawah umur pekerja tempat hiburan malam, kasus pembunuhan oleh Kepala Desa Nele Urung dan juga dugaan korupsi dana Belanja Tidak Terduga (BTT) Covid-19 di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sikka tahun Tahun 2021.
Menurut mereka, ada kejanggalan dalam penanganan terhadap 3 kasus tersebut, termasuk putusan hukum terhadap salah satu kasus yakni dugaan TPPO terhadap 17 anak di bawah umur pekerja tempat hiburan malam. Sebelum menuju Kantor Kejaksaan Negeri Sikka dan Pengadilan Negeri Maumere, massa aksi melakukan konsolidasi di halaman kantor Divisi Perempuan TRUK sebagai titik start.
Ketua Dewan Pakar Forkoma PMKRI Maumere, Silfan Angi dalam orasinya menyoroti putusan Pengadilan Negeri Maumere yang memutus 3 tahun 6 bulan terhadap terdakwa kasus TPPO terhadap 17 anak di bawah umur pekerja tempat hiburan malam. Padahal, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa pelaku dengan dakwaan primer pelanggaran terhadap UU TPPO.
Siflan juga menagih janji kepada Kejaksaan Negeri Sikka terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dana BTT Covid-19 di BPPBD Sikka Tahun 2021. Dimana, sampai saat ini belum ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka.
“Beberapa waktu lalu dalam dialog, Bapak Kajari Sikka meyakinkan kami pegiat HAM Sikka bahwa ada banyak pihak yang terlibat dalam kasus BTT Covid-19 Sikka. Dan berjanji bahwa dalam bulan Desember 2022, bapak akan kasih kado natal untuk masyarakat Kabupaten Sikka terkait kasus BTT Covid-19 Sikka,” ujar Siflan.
Aneh, Tuntutan JPU
Sementara itu, perwakilan JPIC SVD, Pater Marsel Vande Raring, SVD menyoroti soal tuntutan 18 tahun penjara dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Kades Nele Urung yang melakukan pembunuhan.
Menurut Vande Raring, ada keanehan dalam keputusan dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum, dimana dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum mendakwa Kades Nele Urung dengan dakwaan melanggar pasal 340 KUHP Tentang Pembunuhan berencana dengan ancaman pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. Namun Jaksa Penuntut Umum malah menuntut 18 tahun penjara.
“Kalau memang tuntutannya hanya 18 tahun penjara, kenapa mengenakan pasal 340 KUHP Tentang Pembunuhan Berencana kepada terdakwa? Ini sebuah keanehan yang ditunjukan Jaksa Penuntut Umum,” ungkapnya.
Baginya, alasan kooperatif dari terdakwa yang menjadi dasar pertimbangan Jaksa Penuntut Umum menjatuhkan tuntutan 18 tahun penjara kepada terdakwa merupakan kesimpulan yang hanya mempertimbangkan hal lahiriah dengan mengabaikan hukum serta mencederai rasa keadilan keluarga korban.
“Memang bahwa ancaman hukuman mati ditentang oleh gereja. Tetapi dalam pasal 340 KUHP ada alternatif pidana seumur hidup dan paling lama 20 tahun penjara. Kenapa tuntutannya malah di bawah 20 tahun penjara. Apakah Jaksa Penuntut Umum juga mempertimbangkan penderitaan bathin dari isteri korban?. Ada apa ini?” ungkapnya.
Usai berorasi di Kejaksaan Negeri, massa Pegiat HAM kemudian diterima berdialog bersama Kepala Kejaksaan Negeri Sikka, Fatoni Hatam, SH. MH., Kasie Intel Kejari Sikka, R.Ibrahim., SH., MH., dan Kasie Pidum Kejaksaan Negeri Sikka, Dian Mario., SH.,MH. Selepas itu, massa Pegiat HAM Sikka bergerak menuju Kantor Pengadilan Negeri Maumere dan menggelar aksi serupa.
Masih Berproses
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Sikka, melalui Kasie Intel Kejaksaan Negeri Sikka, R Ibrahim, dalam keterangannya kepada media menjelaskan, untuk kasus dugaan korupsi dana BTT Covid-19 di BPBD Kabupaten Sikka, pihak Kejaksaan Negeri Sikka masih menunggu hasil perhitungan kerugian negara oleh Inspektorat Provinsi NTT.
“Kita menunggu itu perhitungan kerugian negara oleh Inspektorat NTT sebagai alat bukti surat. Dengan dua alat bukti; yang pertama saksi sudah kita periksa ditambah lagi dengan bukti surat, kita bisa menetapkan tersangka. Sejauh ini, Kejaksaan Negeri Sikka baru memeriksa 20 orang saksi terkait kasus tersebut,” ujarnya.
Sedangkan untuk kasus TPPO terhadap 17 anak di bawah umur yang melibatkan pengusaha Tempat Hiburan Malam (THM) berinisial R dan F, Ibrahim menyebutkan Kejaksaan Negeri Sikka tetap menetapkan pelaku dengan UU TPPO.
“Untuk perkara R, kita menuntut dengan pasal TPPO dan putusan dari Pengadilan Negeri tingkat pertama yaitu pelanggaran ketenagakerjaan dan itu kita sudah banding dan bandingnya itu juga sudah ada putusannya. Saat ini kita prosesnya masih kasasi,” jelasnya. (Irma)