MAUMERE-LENTERAPOS, Nama Ir. Romualdus Heni, M.M., (Heni Doing) menjadi satu satunya nama yang tak masuk survei Charta Politika Indonesia. Padahal, ia secara resmi mendaftar di DPD Partai Golkar Sikka sebagai Bakal Calon Bupati (Bacabup) Sikka periode 2024-2029.
Dalam dokumen elektronik hasil survei Charta Politika Indonesia terhadap preferensi sosial dan politik masyarakat Sikka, hanya ada 20 nama yang disurvei, kecuali Heni Doing.
Charta Politika Indonesia sendiri disebut sebut sebagai lembaga yang digunakan oleh DPD Partai Golkar Kabupaten Sikka untuk melakukan survei tahap 1 terhadap 7 bakal calon bupati (bacabup) dan bakal calon wakil bupati (bacawabup) Sikka periode 2024-2029 yang mendaftar dan telah menyetor biaya survei.
Adapun 7 bacabup-bacawabup tersebut yakni; Fransiskus Stephanus Say (dari Partai Gerindra), Fransiskus Laka (dari Partai Golkar), Yofani Maria Renya Rosari Francis (dari Partai NasDem), Juventus Prima Yoris Kago (dari PSI), Wenseslaus Wege (dari Partai Hanura), Yance Maring (dari Partai Golkar) dan Kensius Didimus (non partisan).
Sementara 13 nama bacabup-bacawabup yang turut disurvei dan ada dalam dokumen elektronik hasil survei Charta Politika Indonesia tersebut, ada yang tidak mendaftar di DPD Golkar Sikka dan ada yang mendaftar, tetapi tidak membayar biaya survey yang disyaratkan oleh DPD Partai Golkar Sikka.
Sementara Heni Doing yang adalah kader DPD Partai NasDem Sikka, meski ia juga mendaftar di DPD Partai Golkar dan tidak membayar biaya survei, namun namanya tidak masuk survei Charta Politika Indonesia. Kader NasDem yang disurvei hanyalah Yofani Maria Renya Rosari Francis (Foni Francis).
Salah satu sumber di DPD Partai Golkar Sikka menjelaskan, Heni Doing memang mendaftar di DPD Partai Golkar Sikka. Namun urusan survey adalah urusan Charta Politika Indonesia.
DPD Partai Golkar Sikka hanya menyodorkan 7 nama yang telah membayar biaya survei untuk disurvei oleh Charta Politika Indonesia. Bila kemudian ada 13 nama lain yang turut disurvei, itu mekanisme Charta Politika Indonesia.
Namun ia menyayangkan bahwa dokumen elektronik hasil survei yang mestinya hanya diterima oleh 7 nama yang membayar biaya survey itu malah beredar luas di masyarakat.
Sampai saat ini, belum ada satu pihak pun yang mengklaim bertanggung jawab atas beredarnya dokumen elektronik hasil survei Charta Politika Indonesia itu. (VT)