MAUMERE-LENTERAPOS, Prevalensi stunting di Kabupaten Sikka turun 13 poin selama lima tahun terakhir. Meski menurun, tren tersebut masih jauh di atas target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Sikka 2018-2024 dengan target zero stunting.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sikka dalam kegiatan Evaluasi Audit Stunting Kabupaten Sikka 2024 yang di gelar di Aula Egon Kantor Bupati Sikka, Sabtu, 14/12/2024 merilis, prevalensi stunting pada tahun 2019 tercatat di angka 25,1 .
Jumlah tersebut menurun menjadi 19,6 pada tahun 2020. Tahun 2021 prevalensi stunting menurun menjadi 18,2. Selanjutnya menurun menjadi 17,2 pada tahun 2022. Pada tahun 2023 prevalensi stunting kembali menurun di angka 15,3 dan pada tahun 2024, menurun menjadi 12,1 (2.677 balita).
Pejabat Bupati Sikka, Adrianus Firminus Parera (Alfin Parera), kepada media usai membuka kegiatan Audit Stunting Kabupaten Sikka 2024 mengatakan, prevalensi stunting menjadi indikator wajib yang harus dipenuhi kepala daerah.
“Tentunya Pemerintah Kabupaten Sikka terus berkomitmen untuk menurunkan angka prevalensi stunting dari waktu ke waktu. Tentunya angka 12,1 tahun 2024 ni akan menjadi target di RPJMD 5 tahun mendatang,” jelasnya.
Atas kinerja menurunkan prevalensi stunting kata Alfin, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sikka menerima Dana Insentif Daerah (DID) dari pemerintah pusat sebesar Rp.6 Miliar. Anggaran tersebut sebagiannya telah dialokasikan ke Dinkes Sikka melalui kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dan ke Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan untuk armada angkut sampah dan operasional.
Dikatakan, sesuai Peraturan Menteri Keuangan, hanya 3 dinas yang secara mandatory diberi wewenang melaksanakan anggaran DID stunting yakni, Dinkes, Dinas PKO dan Dinas LHK.
“Pertimbangan rasional pengadaan mobil angkut sampah, sebab stunting juga erat kaitannya dengan sanitasi dan kebersihan lingkungan,” jelasnya.
“Terlalu dan Terlambat”
Dikatakan, penanganan stunting menjadi tantangan bagi pemerintah dan masyarakat Sikka. Alfin meyakini, untuk internal pemerintah akan bisa dikendalikan secara baik. Yang menjadi tantangan terbesar adalah dari eksternal yakni kesadaran masyarakat.
Dari evaluasi Pemkab Sikka kata Alfin, ada keadaan yang didapati yang dikategori sebagai “3 Terlalu”; Terlalu Tua, Terlalu Cepat dan Terlalu Sering serta “3 Terlambat”
Terlalu Tua; ibu hamil dengan resiko tinggi, usia ibu yang sudah tua dengan penyakit bawaan. Terlalu muda; ibu hamil dengan usia ibu yang terlalu muda tanpa persiapan yang baik. Dan Terlalu sering; ibu jumlah kehamilan yang terlalu sering.
Sedangkan Tiga terlambat yakni; Terlambat mengambil keputusan, Terlambat mengakses dan Terlambat memberikan pelayanan.
“Bila 3 terlalu dan 3 terlambat bisa dikelola secara baik, maka angka prevalensi stunting di Sikka bisa kita turunkan,” ungkapnya.
Tersebar di 26 Puskesmas
PLT Kepala Dinas Kesehatan Sikka, Petrus Herlemus memaparkan, angka 12,1 (2.667 balita) stunting tersebut tersebar di 26 Puskesmas di Kabupaten Sikka dengan rincian: Puskesmas Paga 70 balita, Puskesmas Lekebai 69 balita, Puskesmas Wolofeo 142 balita, Puskesmas Nanga 26 balita, Puskesmas Bola 81 balita, Puskesmas Habibola 118 balita.
Puskesmas Mapitara, 37 balita, Puskesmas Watubaing 213 balita. Puskesmas Boganatar 93 balita, Puskesmas Waigete 156 balita, Puskesmas Tanarawa 208 balita, Puskesmas Hewokloang 76 balita, Puskesmas Waipare 155 balita, Puskesmas Palue 45 balita, Puskesmas Tuanggeo 30 balita, Puskesmas Koting 6 balita, Puskesmas Nele 1 balita.
Puskesmas Nita 190 balita. Puskesmas Magepanda 172 balita. Puskesmas Kopeta 183 balita, Puskesmas Wolomarang, 169 balita, Puskesmas Teluk Maumere 48 balita, Puskesmas Beru 168 balita, Puskesmas Feondari 83 balita, Puskesmas Kewapante 98 balita, dan Puskesmas Teluk Maumere 40 balita.
Desa/Kelurahan Lokus Stunting
Adapun desa lokus stunting meliputi; Kecamatan Paga; Desa Mauloo, Lenandareta, Wolowona dan Desa Mbengu. Kecamatan Tanawawo; Desa Bu Selatan, Loke, Bu Watuweti, Tuwa, Bu Utara, Detubinga, Poma dan Desa Renggarasi.
Kecamatan Mego; Desa Dobo Nua Pu’u, Kowi dan Desa Liakutu. Kecamatan Nita: Desa Nita, Tebuk, Ri’it, Nirangkliung dan Desa Mahebora. Kecamatan Magepanda; Desa Kolisia dan Desa Reroroja, Kecamatan Nele; Desa Nele Wutung, Kecamatan Alok Barat; Kelurahan Hewuli, dan Kelurahan Wailiti.
Kecamatan Alok Barat; Kelurahan Beru, Kota Baru, Watu Gong dan Kelurahan Lepolima. Kecamatan Alok, Kelurahan Kabor. Kecamatan Palue; Desa Lidi, Kesokoja, Ladolaka, Rokirole, Tuanggeo dan Desa Nitunglea.
Kecamatan Kangae; Desa Mekendetung, Tana Duen, Habi, Langir, Watuliwung, Blatatatin, Watumilok, Teka Iku dan Desa Kokowahor. Kecamatan Bola; Desa Bola. Kecamatan Kewapante; Desa Ian Tena, Kopong, Seusina, Namangkewa, Umagera dan Desa Geliting.
Kecamatan Hewokloang; Desa Rubit, Baomekot, Wolomapa dan Desa Munerana. Kecamatan Waigete; Desa Nangatobong, Wairbleler, Aibura, Wairterang dan Desa Watudiran. Kecamatan Waiblama; Desa Pruda, Tanarawa, Natarmage, Ilinmedo, Tuamedo, Werang dan Desa Tuabao.
Kecamatan Talibura; Desa Nebe, Bang Koor, Wailamung, Hikong dan Timutawa. Kecamatan Doreng; Desa Wogalirit. Kecamatan Mapitara; Desa Hale dan Desa Egon Gahar. (VT)