Home / Hukrim

Selasa, 29 Oktober 2024 - 16:08 WIB

PT Krisrama Minta Kapolri Tolak Pengaduan 8 Tersangka Pelaku Pengrusakan Plang Tanah HGU Nangahale

MAUMERE-LENTERAPOS, PT. Krisrama Keuskupan Maumere meminta Kapolri, Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo agar menolak pengaduan yang dilayangkan 8 tersangka ataupun kuasa hukum para tersangka terkait pengrusakan plang tanah tanah Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Krisrama di Nangahale, Kabupaten Sikka.

Permintaan tersebut disampaikan secara tertulis melalui surat kepada Kapolri. Selain kepada Kapolri, surat tersebut juga dikirim kepada Ketua Komisi III DPR RI, Kompolnas RI, Komnas HAM RI, Komnas Perempuan dan Kapolda NTT.

Tim Hukum PT. Krisrama; Marianus Gaharpung, SH., M.Hum, Marianus Renaldi Laka, SH., M.H., Vitalis Badar, SH., Falentinus Pogon, SH., MH., Ephivanus Markus Nale Rimo, S.Fil., SH., MH., Yohanes D. Tukan, SH., Alfons Hilarius Ase, SH., M.Hum dan Agustinus Heryanto Djawa, SH., dalam keterangannya kepada media, Senin, 28/10/2024 menjelaskan, ada beberapa alasan mengapa pihaknya meminta Kapolri menolak pengaduan para tersangka.

Pertama; bahwa tindakan penahanan para tersangka oleh Polres Sikka adalah tindakan pro justicia berdasarkan prosedur dan tata cara yang diatur dalam ketentuan perundang undangan yang berlaku sehingga tidak bisa diintervensi oleh pejabat manapun dalam wilayah NKRI.

Kedua, bahwa penyelidikan dan penyidikan Polres Sikka telah menemukan 2 alat bukti yang cukup untuk menetapkan 8 orang tersebut sebagai tersangka pelaku tindak pidana yang diatur dalam Pasal 170 KUHP .

Ketiga, bahwa tindakan penahanan kepada para tersangka dilakukan lantaran para tersangka telah dipanggil dengan patut oleh pihak Polres Sikka, namun membangkang. Sehingga dikuatirkan para tersangka akan melarikan diri. Sebab, masih ada 3 tersangka yang terlibat tetapi belum bisa ditangkap lantaran menghilang sampai saat ini.

Baca juga  Pria asal Ende Ngaku TNI AL Berpangkat Kolonel Ditangkap di Sikka

Peristiwa Pengrusakan

Koordinator Tim Hukum PT Krisrama, Marianus Laka, SH., MH., dalam kesempatan tersebut  membeberkan, peristiwa pengrusakan plang nama PT. Krisrama terjadi pada tanggal 29 Juli 2024.

Saat itu, PT Krisrama yang adalah pemegang Sertifikat Tanah eks Hak Guna Usaha Nangahale seluas 3.258.620 M2 berdasarkan Surat Keputusan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Nomor: 1/HGU/BPN.53/VII/2023, tanggal 20 Juli 2023 hendak melakukan pemasangan plang, pembersihan lahan dan penertiban lahan tersebut.

Sebelumnya, ihwal surat keputusan tersebut dan penertiban dan pembersihan lahan juga telah diumumkan secara luas ke masyarakat di desa desa sekitar. Baik oleh aparat pemerintah, maupun pengumuman melalui mimbar gereja. Pengumuman tersebut intinya menyampaikan kepada warga yang menempati (okupasi) lahan eks HGU Nangahale milik PT Krisrama untuk segera keluar dari lahan tersebut.

Saat penertiban oleh PT. Krisrama pada tanggal 29 Juli 2024 itulah terjadi tindakan pengrusakan oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan masyarakat adat Suku Soge Natarmage dan Suku Goban Runut terhadap plang nama milik PT. Krisrama.

Baca juga  Iswadi Kembalikan Rp 22 Juta Uang Sertifikasi Guru Dinas PKO Sikka Ke Jaksa

Ada 2 plang nama yang dirusak yakni; pada lahan dengan sertifikat Nomor:8/SHGU/2023 dimana plang namanya dibakar, dan pada lahan dengan sertifikat Nomor:11/SHGU/2023 yang plang namanya hilang.

Krisrama Tidak Bersengketa Dengan Siapapun, Termasuk Dengan Umat  

Sementara itu, anggota Tim Hukum PT. Krisrama lainnya, Ephivanus Markus Nale Rimo, S.Fil., SH., MH., menegaskan, bahwa PT. Krisrama tidak sedang bersengketa dengan siapapun atau pihak manapun dalam proses perpanjangan SHGU Nangahale.

Bahwa kemudian ramai bermunculan aksi sekelompok masyarakat yang mengatasnamakan masyarakat adat Suku Soge Natarmage dan Suku Goban Runut yang kemudian viral diberitakan, sejatinya adalah framing untuk memberi kesan seolah olah lahan eks HGU tersebut adalah obyek sengketa antara PT Krisrama dan warga.

Padahal, tanah tersebut adalah tanah negara dan PT. Krisrama adalah pemohon perpanjangan SHGU yang dialihkan dari PT. DIAG selaku pemegang SHGU sebelumnya. Oleh karena segala persyaratan administrasi dipenuhi oleh PT Krisrama, termasuk pelepasan 543 hektar tanah dari total 807 hektar tanah untuk dikembalikan kepada negara demi kepentingan negara dan masyarakat, maka PT Krisrama mendapat SK perpanjangan HGU tersebut dari negara.

“Sehingga, bila ada masyarakat yang protes, maka protes tersebut harus ditujukan kepada negara, bukan kepada PT. Krisrama. Karena tanah tersebut adalah tanah negara dan PT Krisrama hanya pemohon SHGU,” jelasnya.

Ia juga meluruskan narasi yang berkembang di masyarakat seolah olah bahwa persoalan HGU Nangahale adalah persoalan antara Gereja Katolik dan Umat Katolik, termasuk 8 tersangka yang kini telah ditahan, Ephivanius menegaskan, bahwa untuk mendapatkan perpanjangan SHGU, PT Krisrama mengikuti segala ketentuan perundang undangan yang berlaku di NKRI.

Baca juga  Awali 2022, IKIP Muhammadiyah Maumere Gelar Perayaan Natal dan Tahun Baru Bersama

Pun demikian dengan 8 tersangka pengrusakan. Menurutnya, perbuatan 8 tersangka pelaku pengrusakan tersebut adalah murni perbuatan pidana yang oleh hukum tidak bisa dianulir hanya karena label tersangka adalah umat Katolik.

“Harus dipisahkan antara tindakan tersangka sebagai individu dan umat Katolik. Klerus (Pelayan Umat Katolik) pun kalau melakukan tindak pidana dan bersalah, maka harus bertanggung jawab secara hukum sesuai hukum di negara Indonesia,” jelasnya.

Ia menambahkan, bahwa tindakan pendekatan persuasif oleh hirarki Gereja Katolik Keuskupan Maumere terhadap warga yang menempati tanah SHGU PT Krisrama sudah dilakukan selama 1,5 tahun, namun tak diindahkan bahkan berujung tindak pidana.

“Kalau umat beriman, kesalahan pasti ada dan pertobatan juga pasti ada. Tetapi ini bukan umat beriman. Jangankan pengrusakan, imam (pastor) saja diusir. Kami masih punya laporan polisi tentang tindakan persekusi terhadap Pastor, RD. Alo Ndate yang masih dalam proses. Kita tidak bicara tentang agama, tetapi tindak pidana. Dan kalau orang itu benar Katolik, tentu dia tidak menghina pemimpin agamanya,” ujarnya. (VT)

 

Share :

Baca Juga

Hukrim

Seorang Pria di Sikka Pukul Polisi Pakai Besi Hingga Kepala Robek

Hukrim

Polres Sikka Ringkus Kawanan Maling Spesialis Elektronik, Dua Masih Buron

Hukrim

Lagi, Polres Sikka Bekuk Komplotan Pemeras di Taman Tugu Tsunami

Hukrim

Ternyata Direktur RSUD TC Hillers Pernah Surati Kontraktor Kembalikan Temuan Pengadaan Trafo

Hukrim

Buntut Dugaan Pencabulan, Kapolres Sikka Non Aktifkan AKP FR

Hukrim

Tegal Uang 4 Juta, Kakak Beradik Di Paga Baku Hantam

Hukrim

Gugatan Ke GM Kopdit Obor Mas Diputus NO, Marianus Gaharpung: Hakim Sudah Benar

Hukrim

Hampir Setahun Menggantung, Pemilik Triple Nine Minta Polda NTT Beri Kejelasan Status Hukum