MAUMERE-LENTERAPOS, Sidang kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan terdakwa Yuvinus Solo alias Joker kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Maumere, Selasa, 22/10/2024.
Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Nithanael Nasyun Ndaumanu, SH.MH., hakim anggota Mira Herawati, SH., dan Widiastomo Isworo, SH., ini mengagendakan penyampaian keterangan dari saksi meringankan (adecat) yang dihadirkan terdakwa.
Adapun 2 saksi adecat tersebut yakni; Gervasius Buko dan Margaretha Oktaviani Nona Hiskia. Gervasius Buko sendiri adalah ayah dari Mardiana Silviana Dua Hale. Dimana, Mardiana Silviana Dua Hale bersama suaminya yang bernama Albert adalah termasuk orang ikut serta pergi ke Kalimantan pada 13 Maret 2024 dengan KM. Lambelu untuk mencari kerja di Kalimantan.
Gervasius Buko dalam keterangannya di persidangan menyampaikan, ihwal keberangkatan anaknya Mardiana Silviana Dua Hale dan Albert suaminya ke Kalimantan lantaran kesulitan ekonomi. Selama di kampung (Mapitara, red) Mardiana Silviana Dua Hale dan Albert suaminya masih tinggal bersama Gervasius Buko.
Sementara Gervasius Buko sendiri masih harus menghidupi istri dan anak anaknya yang lain, termasuk cucunya yakni anak dari Mardiana Silviana Dua Hale dan Albert.
Oleh karena ladang mereka dilanda kekeringan (gagal tenam) akibat panas berkepanjangan, dan sulitnya mendapat uang di kampung, Gervasius Buko lantas menyuruh Mardiana Silviana Dua Hale dan Albert suaminya pergi mencari kerja ke Kalimantan mengikuti bapak kecil mereka yang selama ini bekerja di Kalimantan.
Lantaran ketiadaan biaya ke Kalimantan, Gervasius Buko meminta bantuan kepada Joker untuk membelikan tiket kapal laut untuk Mardiana Silviana Dua Hale dan Albert. Joker pun membantu membelikan tiket tersebut.
Gervasius Buko tidak mengetahui persis perusahaan tempat anaknya dan suaminya bekerja. Hanya saja anaknya menyampaikan kalau ia mendapat gaji sebesar Rp 4 juta sebulan. Sementara suaminya Albert mendapat gaji Rp.5 juta sebulan. Gervasius Buko juga mengaku bahwa selama 7 bulan bekerja di Kalimantan, anaknya sudah 3 kali mengirim uang kepadanya, diantaranya sebesar Rp. 5 juta.
Kerja ke Kalimantan Demi Biayai Kuliah Anak
Sementara saksi Margaretha Oktaviani Nona Hiskia dalam keterangannya menyampaikan bahwa suaminya yang bernama Andreas Susar dan sahabatnya bernama Emanuel Tihuk juga termasuk orang yang ikut ke Kalimantan pada tanggal 13 Maret 2024 dengan KM. Lambelu untuk mengikuti saudara mereka bernama Jefry yang selama ini sudah bekerja di Kalimantan.
Hanya saja kata Margaretha Oktaviani Nona Hiskia, suaminya dan sahabatnya itu sendiri yang menyiapkan uang tiket yang kemudian diserahkan kepada Joker untuk bantu membeli tiket KM. Lambelu untuk keduanya.
Sama seperti saksi Gervasius Buko, saksi Margaretha Oktaviani Nona Hiskia juga tidak mengetahui nama perusahaan tempat suaminya dan sahabatnya bekerja. Ia hanya tau bahwa suaminya menyampaikan kalau pekerjaannya adalah memanen buah sawit dengan gaji Rp.4 juta sebulan.
Margaretha Oktaviani Nona Hiskia juga menjelaskan, selama 7 bulan bekerja di Kalimantan, suaminya sudah 3 kali mengirimkan uang melalui saudara sepupunya. Pertama pada Juni 2024 sebesar Rp. 3 juta. Dari uang tersebut, Rp. 2 jutanya dikirimkan kepada anak perempuan mereka yang sudah setahun lebih menempuh kuliah Guru Agama Katolik di salah satu perguruan tinggi di Malang dan Rp. 1 jutanya untuk kebutuhan hidupnya di kampung.
Kiriman kedua pada Bulan Agustus 2024 sebesar Rp. 2,5 juta juga melalui rekening saudara sepupu mereka. Dari jumlah tersebut, Rp. 2 jutanya dikirim ke anak mereka di Malang, sedangkan Rp.500 ribu untuk kebutuhan hidupnya di kampung. Sedangkan kiriman ketiga dari suaminya sebesar Rp.3,5 juta langsung ke rekening anak mereka di Malang untuk membeli laptop.
Baik saksi Gervasius Buko dan Margaretha Oktaviani Nona Hiskia menyampaikan, jika Mardiana Silviana Dua Hale, Albert, Andreas Susar dan sahabatnya bernama Emanuel Tihuk berangkat dari kampung (Mapitara) menuju pelabuhan Lorens Say-Maumere pada tanggal 12 Maret 2024 tidak secara bersama sama dengan rombongan yang lain.
Mardiana Silviana Dua Hale dan Albert berangkat dari kampung ke Maumere dan menginap di rumah orang tua Albert di Nele sebelum ke Pelabuhan Lorens Say. Sementara Andreas Susar dan sahabatnya bernama Emanuel Tihuk berangkat dari kampung menuju Maumere pada 12 Maret 2024 dan menginap di rumah keluarga mereka di dekat SD Inpres Manunai.
Kedua saksi juga menyampaikan bahwa mereka sama sekali tidak mengenal 9 orang lain (Yodimus Moan Kaka cs asal Dusun Galit Mapitara) yang turut serta berangkat ke Kalimantan pada tanggal 13 Maret 2024 dengan KM. Lambelu.
Hadirkan 7 Alat Bukti

Surat Tolak Rujuk
Selain saksi adecat, dalam persidangan tersebut kuasa hukum Joker, Domi Tukan, SH., dan Alfons Hilarius Ase, SH. M.Hum., juga memberikan 7 alat bukti yakni; 3 bukti rekaman video dan 4 bukti surat.
Namun dari 7 alat bukti tersebut, hanya 4 bukti surat yang diterima yakni; bukti daftar list penumpang KM. Lambelu pada tanggal 13 Maret 2024 yang mana di dalam list penumpang tersebut tidak terdapat nama Yodimus Moan Kaka.
Bukti surat selanjutnya adalah Surat Menolak Rujuk Yodimus Moan Kaka ke rumah sakit yang dikeluarkan dokter Klinik Puskesbun PT. Borneo Citra Persada Abadi (BCPA) di Rayon D, Kalimantan tanggal 24 Maret 2024 yang ditandatangani Petrus Arifin (Saksi Jaksa Penuntut Umum/JPU, red). Serta 2 bukti kartu keluarga dari saksi adecat.
Sementara untuk 3 bukti rekaman video di pending oleh Majelis Hakim dengan alasan mesti menghadirkan sumber video tersebut.
Domi Tukan, SH., dan Alfons Hilarius Ase, SH. M.Hum., dikonfirmasi usai persidangan terkait bukti rekaman video yang dipending tersebut menjelaskan, secara garis besar video tersebut berisi keterangan dari Maria Herlina Mbadhi (Isteri almarhum Yodimus Moan Kaka) yang juga adalah saksi JPU dan keterangan ibu dari Laurensius Raga Nong Ovi (saksi JPU). Adapun lokasi video tersebut adalah di rumah almarhum Yodimus Moan Kaka.
“Dalam rekaman video tersebut, Maria Herlina Mbadhi yang juga adalah saksi JPU menyampaikan bahwa suaminya Yodimus Moan Kaka hanya berkomunikasi mlealui telepon dengan seorang yang bernama Vilius tentang pekerjaan di Kalimantan dengan besaran gaji Rp.150 ribu/hari. Vilius juga disebut yang menyiapkan tiket kapal, makan minum serta transportasi mobil,” jelas Domi Tukan.
Selain itu kata Domi Tukan, dalam video tersebut Maria Herlina Mbadhi juga menyampaikan bahwa dalam percakapan telepon antara suaminya (Yodimys Moan Kaka) dan Vilius diketahui bahwa Vilius juga yang menyampaikan kepada Yodimus Moan Kaka Cs (9 orang di Dusun Galit) untuk berkumpul di rumah Yodimus Moan Kaka untuk dijemput dengan mobil pada tanggal 12 Maret 2024 malam menuju ke Pelabuhan Lorens Say, Maumere.
Sementara Ibu dari Laurensius Raga Nong Ovi (saksi JPU) kata Domi Tukan, dalam video tersebut menyampaikan bahwa anaknya Laurensius Raga Nong Ovi (saksi JPU) berangkat ke Kalimantan karena diajak oleh Yodimus Moan Kaka.
Menariknya kata Domi Tukan, dalam video tersebut, baik Maria Herlina Mbadhi (Saksi JPU) maupun ibu dari Laurensius Raga Nong Ovi (saksi JPU) sama sekali tidak menyebut nama atau kata Joker. Nama atau kata Joker tersebut justru disampaikan oleh orang lain yang suaranya ada dalam rekaman video tersebut.
“Ada dua suara perempuan dalam rekaman video tersebut, salah satunya menyebut nama/kata Joker. Kami duga keduanya adalah pegiat kemanusiaan di Kabupaten Sikka. Dan suara kedua wanita itu tidak asing bagi kami,” jelas Domi Tukan.
Sementara Alfons Hilarius Ase menambahkan, keterangan Maria Herlina Mbadhi (Saksi JPU) Ibu dari Laurensius Raga Nong Ovi (saksi JPU) dalam rekaman video tersebut sejalan dengan keterangan salah seorang saksi JPU dalam persidangan yang menerangkan bahwa almarhum Yodimus Moan Kaka hanya berinteraksi dengan orang yang bernama Vilius dan Senut, bukan dengan Joker.
Masih kata Alfons, dari keterangan 2 saksi adecat yang dihadirkan dalam persidangan tadi, sesungguhnya keluarga mereka yang berangkat ke Kalimantan pada tanggal 13 Maret 2024 dengan KM Lambelu tersebut adalah untuk pergi mencari kerja ke Kalimantan mengikuti keluarga mereka yang sebelumnya sudah bekerja di Kalimantan.
“Jadi mereka bukan dikategorikan sebagai tenaga kerja atau calon tenaga kerja dan sama sekali tidak ada hubungan ketenagakerjaan dengan klien kami sebab klien kami tidak pernah merekrut mereka sebagai calon tenaga kerja untuk bekerja di Kalimantan,” tandasnya menambahkan, sidang akan dilanjutkan Kamis mendatang masih dengan agenda keterangan saksi adecat. (VT)