MAUMERE-LENTRAPOS, Ratusan masyarakat adat Suku Soge Natarmage dan Suku Goban Runut-Tana Ai menunggu sikap tegas Menteri Agraria dan Tata Ruang dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR BPN) RI, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk membatalkan Surat Keputusan (SK) No. 1/HGU/BPN.53/VII/2023 tentang Hak Guna Usaha (HGU) di Nangahale, Kabupaten Sikka kepada PT. Krisrama yang dinilai cacat administratif.
Hal tersebut disampaikan disampaikan dalam aksi damai yang digelar di Kantor Bupati Sikka, Jl. Eltari, Maumere, 03/07/2024.
Seperti diketahui, dalam SK No. 1/HGU/BPN.53/VII/2023 yang dikeluarkan oleh Kantor Wilayah (BPN) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tanggal 20 Juli 2023 tentang Pemberian Hak Guna Usaha Kepada PT. Krisrama Maumere seluas 3,258.620 M² (320 hektar lebih yang mencakupi 2 wilayah desa yaitu; Desa Nangahale Kecamatan Talibura dan Desa Runut, Kecamatan Waigete, yang terdiri atas 10 persil/sertifikat.
Dalam pernyataan sikap masyarakat adat yang ditandatangani Gabriel Manek (Tana Pu’an) Soge Natarmage, Leonardus Leo (Suku Goban Runut) dan Antonius Toni (Ketua PHD–AMAN Flores Bagian Timur), secara tegas menolak mengakui dan menolak tunduk pada SK No. 1/HGU/BPN.53/VII/2023.
Alasannya, proses sosial menuju penerbitan SK dan 10 Sertifikat HGU tersebut tidak melalui dialog yang setara, adil, terbuka dan tuntas dengan masyarakat adat sehingga kondisi lapangan sesungguhnya belum clean and clear.
Mereka juga menilai SK No. 1/HGU/BPN.53/VII/2023 dan 10 sertifikat HGU dimaksud terindikasi cacat administrasi sebab bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam uraiannya; belum clear and cleannya persoalan tersebut sebab mereka merasa tertipu. lantaran Surat Keputusan Bupati Sikka Nomor: 444/HK/2016 tanggal 11 November 2016 Tentang Tim Terpadu Identifikasi dan Verifikasi terhadap Masyarakat Tana Ai yang menduduki tanah negara eks HGU PT. Krisrama di Nangahale tidak dilaksanakan hingga tuntas dengan alasan yang tidak jelas.
Pada tanggal 6 April 2020, kembali Bupati Sikka mengeluarkan Surat Keputusan Nomor: 134/HK/2020 tentang Tim Terpadu Penyelesaian Tanah Eks Hak Guna Usaha Nangahale. Lagi lagi SK tersebut pun bernasib sama.
Menurut warga, dua Surat Keputusan Bupati Sikka itu menempatkan masyarakat adat sebagai pihak (stakeholder) dalam mencari jalan keluar penyelesaian konflik HGU karena masyarakat adat adalah subyek hukum yang telah menduduki sebagian lahan tanah negara bekas HGU tersebut.
Masih menurut masyarakat adat, ketika PT. Krisrama hendak mengajukan usulan Pembaharuan HGU, masyarakat adat diposisikan sebagai pihak yang diperlukan persetujuannya dalam pemanfaatan tanah negara eks HGU. Namun ternyata, itu hanya harapan palsu, SK tersebut tidak mau dilaksanakan oleh Pemkab Sikka dan PT. Krisrama hingga tuntas.
Masih Kuasai Tanah Eks HGU
Dalam uraian pernyataan sikap, indikator bahwa SK No. 1/HGU/BPN.53/VII/2023 tersebut cacat administrasi lantaran tidak memenuhi syarat yang diatur dalam Peraturan Menteri ATR/Ka-BPN Nomor: 18 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah.
Dimana, Pasal 73 ayat (1) hurif i peraturan tersebut secara tegas menyatakan; : “Syarat Perpanjangan dan/atau Pembaharuan HGU yang berasal dari Tanah Negara meliputi: ( huruf i ) adalah surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah bagi pemohon perorangan atau dalam bentuk akta notariil bagi pemohon berbadan hukum dan bertanggung jawab secara perdata dan pidana yang menyatakan bahwa tanah tersebut masih dikuasai secara fisik dan tidak terdapat keberatan dari pihak lain atas tanah yang dimiliki atau tidak dalam keadaan sengketa.
Faktanya bahwa: tanah seluas 3,258.620 M2 (320 hektar lebih) itu tidak seluruhnya dikuasai secara fisik oleh PT. Krisrama, tapi sebagian besarnya telah dikuasai secara fisik oleh masyarakat adat Soge dan Goban, terutama di lokasi Pedan, Utanwair, Wairhek, Likonggete dan Hitohalok.
Dalam pernyataan sikap tersebut juga membeberkan serangkaian perlawanan masyarakat adat; pada tanggal 18-20 Januari 2022 masyarakat adat Soge dan Goban menolak dan menggagalkan kegiatan penanaman pilar tanda batas HGU yang dilakukan oleh PT. Krisrama dan pada tanggal 21 Januari 2022 semua pilar dicabut lalu diantar ke rumah Pribadi Bupati Sikka ketika itu.
Kemudian pada tanggal 4-8 November 2022, masyarakat adat tetap melakukan perlawanan atas proses pengukuran lahan HGU yang diikuti dengan surat keberatan kepada Kementerian ATR/BPN melalui Kepala Kantor Pertanahan Sikka pada tanggal 16 November 2022 perihal penolakan atas kegiatan pengukuran oleh PT. Krisrama dan Kantor Wilayah BPN–NTT.
Selanjutnya, dalam Peraturan Menteri ATR/Ka-BPN Nomor 18 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah, pasal 74 menegaskan: “Perpanjangan dan/atau Pembaharuan Hak Guna Usaha dilakukan dengan tahapan pemeriksaan tanah oleh Panitia B”.
Fakta menunjukan bahwa pelaksanaan pemeriksaan tanah oleh Panitia B pada tanggal 20 Juni 2023 gagal karena Panitia Tanah B yang terdiri atas Kakanwil BPN–NTT, Bupati Sikka dan Kepala Pertanahan Sikka beserta rombongan dihadang oleh masyarakat adat di lokasi.
Tak Mesti Gugat ke Pengadilan
Pernyataan sikap masyarakat adat tersebut juga menguraikan bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah, pasal 31 huruf b menegaskan: “Hak Guna Usaha hapus karena dibatalkan haknya oleh Menteri sebelum jangka waktu berakhir karena cacat administrasi”
Oleh masyarakat adat, peraturan tersebut jelas tidak mensyaratkan sengketa tersebut harus melalui gugatan ke Pengadilan seperti yang harapan Pemkab Sikka, PT. Krisrama dan ahli-ahli hukum pendukung PT. Krisrama, tapi bisa langsung dilakukan pembatalan oleh Menteri ATR/BPN.
Masyarakat adat juga menegaskan akan tetap bertahan di lokasi, menguasai, tinggal dan menggarap lahan seperti biasa atau tidak akan keluar dari lokasi. (Arnold Welin)