MAUMERE-LENTERAPOS.ID, Pimpinan Cabang PT. Garot Jaya Utama, Septian Adi Asep Susilo, selaku rekanan proyek pembangunan gedung utama Rumah Sakit Pratama Doreng, di Kecamatan Doreng Kabupaten Sikka akhirnya mengadukan persoalan pembayaran termin proyek ke Kejaksaan Negeri Sikka.
Upaya tersebut terpaksa dilakukan lantaran tidak adanya kejelasan Pemkab Sikka untuk membayar termin ke-IV proyek pembangunan gedung utama RS Pratama Doreng senilai Rp. 10.524.916.000, yang bersumber dari dana pinjaman daerah PT Sarana Multi Infrastruktur (PT.SMI) untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Kabupaten Sikka.
Asep Septian, di hadapan Kasi Intel Kejaksaan Negeri Sikka, Bayu Pinarta, SH., di Kantor Kejaksaan Negeri Sikka, Senin (09/10/2023) menuturkan kondisi yang dialami sejak awal pekerjaan hingga saat ini.
Asep mengaku bahwa selama menjadi kontraktor, ia baru pertama kali menghadapi situasi seperti ini dan itu terjadi di Kabupaten Sikka. Baginya, dokumen kontrak adalah acuan utama dan ia sudah bekerja sesuai tahapan yang diatur dalam dokumen kontrak.
Namun ketika ia akan mencairkan termin IV, prosesnya harus terhenti. Menurut Asep, dari koordinasinya dengan PPK, segala kelengkapan dokumen pencairan termin IV sudah ada di meja PLT Kepala Dinas Kesehatan, namun belum diproses. Bahkan kata Asep, PLT Kepala Dinas Kesehatan meminta agar pekerjaan dihentikan sebab ada rekomendasi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi NTT agar proyek tersebut dihentikan.

Kasi Intel Kejari Sikka, Bayu Pinarta (kiri) saat menerima risalah pengaduan dari Asep Septian di kantie Kejari Sikka, Senin 9 Oktober 2023
Menurut Asep, bila memang rekomendasi BPKP NTT demikian adanya, semestinya mereka diberikan surat pemberitahuan secara tertulis tentang penghentian kerja sementara. Ataupun kalau memang pekerjaannya harus diputus, maka harus ada pemutusan kontrak dari PPK selaku pejabat yang berwenang, bukan dibiarkan menggantung tanpa kejelasan.
Karena masih terikat kontrak proyek hingga November 2023, pihaknya berkomitmen untuk terus melanjutkan pekerjaan hingga sekarang dengan prosentase pekerjaan mencapai 95 %.
“Informasi dari orang BPKP NTT saat saya menghadap ke Kupang, rekomendasi itu keluar pada Agustus 2023. Saat itu, prosentase pekerjaan sudah 70 %. Kenapa saat itu kontraknya tidak diputus? Karena tidak ada kejelasan, ya, kami lanjut kerja terus, sebab kami terikat kontrak,” jelasnya.
Asep mengaku, dari nilai kontrak Rp. 10.524.916.000, dana yang yang sudah di termin mencapai 48% di luar uang muka 15 % yang sudah dicairkan lebih dulu pada awal pekerjaan. Demi keberlanjutan pekerjaan, ia harus menggunakan dana sendiri. Ia bahkan harus menjual hasil panenan sawah di kampung demi membayar upah tenaga kerja.
“Kami hanya ingin pekerjaan ini selesai agar bermanfaat bagi masyarakat dan pekerjaan kami dibayar. Kasian kami pak, saya sampai nggak ingat lagi lumbung keluarga. Kasihan nasib tenaga kerja. Mereka punya keluarga juga yang harus ditanggung,” ungkap Asep menambahkan bahwa justru bila proyek tersebut dibiarkan mangkrak, maka akan berpotensi hukum.
Terhadap pengaduan tersebut, Kasi Intel Kejaksaan Negeri Sikka menyatakan, bahwa Kejaksaan Negeri Sikka akan mengkaji kembali dengan pimpinan dan dengan tim sehingga menjadi jelas.
“Sebagai institusi negara, kejaksaan terbuka terhadap setiap pengaduan dari masyarakat menyangkut permasalahan hukum karena itu salah satu tugasnya. Apalagi ada bidang pelayanan hukum di kejaksaan. Nanti akan kita kaji ini masuk ranah hukum yang mana,” tandasnya. (VT)