MAUMERE-LENTERAPOS, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sikka dipastikan akan segera melakukan pendataan subyek dan obyek tanah eks Hak Guna Usaha Nangahale di Desa Nangahale, Kecamatan Talibura.
Penjabat Bupati Sikka, Adrianus Firminus Parera, SE., M.SI., dalam siaran pers, Kamis, 30/01/2024 menerangkan, bahwa telah mengeluarkan surat dengan Nomor: Permukim. 590/10/I/ 2025 Perihal Pendataan Subjek dan Objek Tanah Eks HGU Nangahale tanggal 23 Januari 2025 Kepada Camat Waigete, Talibura dan Waiblama.
Adapun tanah seluas 542,86 hektar tersebut adalah tanah eks HGU diluar HGU PT Krisrama seluas 325,82 hektar sesuai sertifikat HGU 0004-0013 PT Krisrama yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Sikka Tanggal 28 Agustus 2023 menyusul Surat Keputusan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 1/HGU/BPN.53/VII/2023 tertanggal 20 Juli 2023, yang memberikan Hak Guna Usaha (HGU) kepada PT Krisrama.
Tanah HGU PT Krisrama yang dimaksud mencakup luas total 325,862 hektar yang berada di dua wilayah: Desa Nangahale, Kecamatan Talibura seluas 240,952 hektar dan di Desa Runut, Kecamatan Waigete seluas 84,9 hektar.
Dengan diberikannya sertifikat tersebut sejatinya menjadi landasan hukum bagi PT. Krisrama selaku pemegang hak yang sah dalam pengelolaan tanah.
Untuk itu ditegaskan siapapun yang masih berada di lokasi tanah HGU segera keluar dari lokasi dimaksud dan dapat mengajukan permohonan hak atas tanah kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Sikka melalui program redistribusi tanah.
Reforma Agraria di Tanah Eks HGU Nangahale
Di Tanah Eks HGU Nangahale, PT Krisrama telah melepaskan sebagian tanah seluas ±542,86 hektar untuk diawasi dan diatur oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sehubungan dengan pelaksanaan program Reforma Agraria, pemerintah melakukan penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan. Reforma Agraria dimaksud bertujuan untuk memastikan tanah yang menjadi objek reforma agraria (TORA) dapat diredistribusi atau dilegalisasi demi kemakmuran rakyat.
Proses ini melibatkan berbagai langkah, termasuk pembentukan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) daerah yang bertugas mengkoordinasikan penyediaan TORA, pendataan aset, pemetaan akses, serta menyelesaikan konflik yang terkait.
Langkah Strategis GTRA Daerah
GTRA daerah memiliki struktur keanggotaan yang melibatkan unsur pemerintah daerah, termasuk bupati sebagai ketua, sekretaris daerah sebagai wakil ketua, serta kepala kantor pertanahan sebagai ketua pelaksana harian. Dalam pelaksanaan Reforma Agraria, GTRA daerah bertugas:
1.Mengkoordinasikan penyediaan TORA di tingkat kabupaten/kota. 2. Melakukan verifikasi dan pendataan subjek penerima TORA. 3. Mengawasi pelaksanaan legalisasi aset dan redistribusi tanah. 4. Melaporkan hasil kerja kepada GTRA tingkat provinsi.
Subjek dan Penerima Manfaat TORA
TORA diberikan kepada warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan, di antaranya berusia minimal 18 tahun atau sudah menikah, tinggal di wilayah obyek redistribusi tanah, serta memiliki mata pencaharian tertentu.
Penerima TORA mencakup petani gurem, buruh tani, nelayan kecil, guru honorer, dan pekerja sektor informal lainnya yang tidak memiliki tanah.
Penataan penggunaan tanah dilakukan untuk memastikan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan tanah demi kesejahteraan masyarakat. Pemerintah berharap melalui penataan ini, pola pengelolaan tanah dapat memberikan hasil optimal secara adil dan berkelanjutan.
Dengan langkah-langkah yang telah diambil, Reforma Agraria di Tanah Eks HGU Nangahale menjadi model keberhasilan program reforma agraria di Kabupaten Sikka, yang tidak hanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga menciptakan tata kelola tanah yang lebih adil dan berdaya guna. (Release/VT)